TEMPO.CO, Jakarta - Dengan napas tersengal-sengal, Kepala Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta Finari Manan buru-buru mengakhiri teleponnya dengan Tempo, Rabu pagi, 4 November 2019. "Saya baru mau ketemu dengan Pak Dirjen untuk koordinasi masalah Harley Davidson. Nanti saja," kata dia sembari menutup tombol panggilan suaranya.
Sapaan "Pak Dirjen" yang dimaksud Finari adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi. Institusi kepabeanan ini belakangan sedang disibukkan dengan investigasi kargo gelap pembawa motor gede Harley Davidson seri terbatas tahun 1970-an berjenis Electra Glide Shovelhead.
Kargo gelap itu diangkut maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia dengan pesawat anyar A300-900 Neo. Pesawat yang terbang perdana dari Perancis menuju hanggar Garuda Maintenance Facility atau GMF pada 17 November lalu ini rupanya mengangkut 18 boks kardus berisi barang selundupan.
Sebanyak 15 boks berisi suku cadang Harley Davidson bekas berseri terbatas tahun 1970-an dengan jenis Electra Glide Shovelhead. Tiga lainnya memuat dua sepeda jenis Brompton yang ditaksir berharga puluhan juta rupiah.
Mulanya, petugas Bea dan Cukai tidak mencurigai boks-boks tersebut lantaran menyaru dengan bawaan pribadi penumpang pesawat. Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea dan Cukai Deni Surjantoro menjelaskan, boks-boks ini dalam kondisi terbungkus atau telah di-wrapping dan berada di satu lokasi dengan koper di bagasi. Semua boks memiliki claimtag atau label bagasi atas nama penumpang.
Karena di hanggar GMF tidak memiliki pemindai sinar X seperti di terminal kedatangan penumpang, petugas Bea dan Cukai memeriksa boks tersebut. Setelah ditelusuri, ternyata boks ini berisi barang mewah bekas yang tidak dilaporkan kepada kepabeanan. Dari 20 manifes penumpang, 18 boks yang disita Bea dan Cukai diketahui milik dua orang penumpang berinisial SAW dan LS.